Curang Demi Menang

Standar

Liputan6.com, Jakarta – Mengawal Pemilihan
Umum Presiden (Pilpres) yang tinggal beberapa
hari lagi, tim sukses masing-masing capres dan
cawapres telah bersiap. Tak hanya menjaga agar
pemilu berlangsung lancar, tapi bersiap
mengawasi untuk mencegah terjadinya
kecurangan.
Tim pemenangan capres dan cawapres Joko
Widodo-Jusuf Kalla mengaku akan menerjunkan
1.135.989 saksi ke tempat-tempat pemungutan
suara. Ini baru saksi resmi. Saksi tidak resminya,
kata Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan Tjahjo Kumolo, 2.439.200
orang.
Siapa saja mereka? Menurut Tjahjo, saksi tidak
resmi itu adalah para relawan dan simpatisan
Jokowi-JK. Ada yang berasal dari partai koalisi,
tapi banyak juga yang bukan dari partai.
Mereka tidak terdaftar di Komisi Pemilihan Umum
(KPU), tapi nama-nama dan nomor kontak
mereka telah tercatat di sistem kubu Jokowi-JK.
Para saksi tidak resmi ini akan bertugas
mengawasi jalannya pemungutan suara di luar
tempat pemungutan suara (TPS).
“Tugas utama mereka salah satunya menetralisir
kampanye busuk. Mereka semua kami siapkan
untuk mengantisipasi kalau terjadi politik uang.
Ada Satgas anti money politics juga,” kata Tjahjo
di markas Jokowi-JK, Jalan Sisingamaraja,
Jakarta Selatan, Minggu 29 Juni 2014.
Tak kalah dengan kubu Jokowi-JK, pasangan
capres dan cawapres Prabowo Subianto-Hatta
Rajasa juga telah menyiapkan pasukan khusus
untuk mengawasi jalannya Pilpres 9 Juli
mendatang.
Juru bicara tim pemenangan Prabowo-Hatta,
Nurul Arifin, mengaku telah menyiapkan strategi,
yakni menginstruksikan dari atas sampai bawah
untuk mengawal suara, menghitung, dan
mencermati, agar suara untuk Prabowo-Hatta
tidak hilang begitu saja.
“Semua banyak orang, melibatkan tim yang sama,
tapi hanya mengawasi 2 calon itu saja,” ujar
Nurul, Jumat 27 Juni 2014 di Jakarta.
Menurut Nurul, dibandingkan saat pemilu
legislatif, pada Pilpres 9 Juli kemungkinan
melakukan kecurangan sangat sulit. “Karena saya
membayangkan hanya ada 2 pasangan, di mana
semua orang memberi perhatiannya ke situ.
Apalagi semua orang sama-sama takut diliciki,”
tandasnya.
Kecurangan memang menjadi momok bagi
mereka yang bertarung dalam pemilu. Tidak
hanya bagi pasangan capres dan cawapres yang
jelas-jelas memperebutkan kursi orang nomor
satu di Indonesia. Bagi mereka yang ingin
mencecap kursi Senayan pun, kecurangan benar-
benar menjadi mimpi buruk.
Memang, dibandingkan pemilu sebelumnya,
kecurangan pada pemilu tahun ini berlangsung
masif. Politikus PDIP Rieke Dyah Pitaloka
mengungkapkan, selama 3 kali mengikuti Pemilu
Legislatif (Pileg), tahun 2014 adalah pemilu yang
terburuk.
“Pileg ini adalah yang terburuk yang saya jalani.
Kita melihat dengan kasat mata, kecurangan
transaksional begitu verbal, sudah bermutasi.
Kecurangan besar-besaran. Beranak-pinak,” kata
Rieke Mei lalu.
Ketua tim pemenangan Prabowo-Hatta, Mahfud
MD, mengungkapkan saat menjadi Ketua
Mahkamah Konstitusi ada 3 bentuk kecurangan
yang sering terjadi. Pertama memperjualbelikan
suara pemilih golput, kedua kecurangan parpol
dengan parpol atau caleg dengan caleg, dan
ketiga saat rekapitulasi suara.
Potensi Kecurangan Pemilu

Tinggalkan komentar